Pranoto Mongso, Bertani Selaras Dengan Alam Dan Bumi

- September 06, 2017

Pranoto Mongso, Bertani Selaras Dengan Alam Dan Bumi

 
Pranoto Mongso, Bertani Selaras dengan Alam


Pranata Mangsa (bahasa Jawa = penentuan musim) merupakan semacam penanggalan yng berkaitan dengan musim pendapat dari pemahaman suku Jawa, khususnya dari kalangan petani serta nelayan.
Pemahaman semisal ini pula dikenal oleh suku-suku lain-lainnya di Indonesia, semisal suku Sunda serta suku Bali (dikenal menjadi Kerta Masa) ataupun di beberapa tradisi Eropa, misalnya pada bangsa Jerman dikenal menjadi Bauern kalendar (penanggalan bagi atau bisa juga dikatakan untuk petani).
Pranata Mangsa berasal dari dua kata, yakni:
Pranata yng berguna Peraturan,
Mangsa yng berguna Musim ataupun Waktu.
Jadi Pranata Mangsa merupakan Peraturan waktu yng dipakai para petani menjadi penentuan ataupun mengerjakan sesuatu pekerjaan.
Hal ini dipelopori oleh Raja Pakoeboewono VII serta dimulai sejak 22 Juni 1856.
Misalnya melaksanakan bisnis tani bercocok tanam ataupun melaut para nelayan, merantau ataupun berperang.
Umumnya dipakai oleh para petani pedesaan didasari pada naluri saja, dari leluhur yng sebetulnya belum tentu dimengerti asal-usul serta bagaimana uraian satu-satu fenomena di dalam setahun, akan tetapi tetap dipakai serta menjadi patokan bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengolah pertanian.
Pranata Mangsa merupakan peraturan waktu musim, yng berdasar pada solar kalender.
Barangkali kalender Pranata Mangsa ini salah satunya dari 40 system kalender yng oleh sebuah studi tahun 1987 dipakai di dunia serta dikenal dalam pergaulan internasional serta lebih spesifikasiknya cuma dikategorikan ke dalam tiga mazhab besar, yakni system kalender masehi/syamsiah (solar calendar), kalender qomariah (lunar calendar), serta lunisolar, menjadikan dengan kata lain kalender Pranata Mangsa mengacu pada system kalender yng perhitungannya didasari pada perjalanan bumi tatkala melakukan revolusi mengorbit matahari.
Kalender Pranata Mangsa pula mengenal tahun kabisat serta basithah yng dikenal dengan wastu serta wuntu.
Hal itu di lakukan percis persis dengan system kalender syamsiah supaya tetap sinkron dengan tahun tropis (musim). Bagi atau bisa juga dikatakan untuk melindungi sinkronisasi ini dia, jumlah harinya disisipi dalam bentuk tahun kabisat (leap year) menjadi tambahan pada jumlah hari rata-rata kalender yang telah di sebutkan.
Pendapat dari sumber aslinya, yakni Kitab Primbon Qamarussyamsi Adam, makna Pranata Mangsa puniku petangan mangsa wawaton lampahing suz.
Petangan punika dede barang enggal, wiwit kina-makina inggih sampun wonten.
Ing taun masehi 1855 potongan wau kabangun malih saking mangsa kasa (mangsa 1, dhawah ing suraya 22 juni 1855. menggah jengkapi sataun wonten ing wekasaning mangsa : Sadha (mangsa 12), dhawah surya 20 juni 1856.
Dados pranata mangsa taun : 1 jangkep umur dinten.
Peteangan taun pranata mangsa wau, manawi dhawah taun wastu (taun lak) umur 365 dinten (mangsanipun kawolu umur 26 dinten), dene dhawah taun wuntu (taun panjang), umur 366 dinten dene pratelan kados ing ngandhap punika.
Dari uraian bahasa Jawa di atas bisa pahami bahwasanya Pranata Mangsa diambil dari sejarah para Raja di Surakarta, yng tersimpan di musium Radya-Pustaka.
Pendapat dari sejarah, sebetulnya baru dimulai tahun 1856, tatkala kerajaan Surakarta diperintah oleh Pakoeboewono VII yng memberikan patokan bagi para petani supaya tak rugi dalam bertani, tepatnya dimulai tanggal 22 Juni 1855 titik balik matahari pada musim panas, penanggalan ini dipakai di daerah tropis semisal di Jawa serta Bali.
Pada awal mulanya sebelum ada Kalender Jawa, warga atau juga bisa dikatakan masyarakat masih mempergunakan system Penanggalan Saka Hindu yng didasari pergerakan matahari.
Lantas pada tahun Saka Hindu 1554 ataupun bertepatan dengan tahun 1933 M, Raja Mataram Sri Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo mengganti konsep dasar system penanggalan matahari menjadi system bulan semisal kalender hijriah.
Perubahan penanggalan yang telah di sebutkan berlaku bagi atau bisa juga dikatakan untuk seluruh pulau Jawa serta Madura, kecuali Banten, Batavia serta Banyuwangi (Blambangan).
Hal yang telah di sebutkan berlangsung lantaran ketiga daerah yang telah di sebutkan tak salah satunya dalam wilayah kekuasaan Sultan Agung.
Pulau Bali serta Palembang yng memperoleh pengaruh budaya Jawa, pula tak ikut mengambil alih kalender karangan Sultan Agung ini.
Perubahan Kalender Jawa di lakukan pada hari Jumat Legi tatkala tahun baru Saka 1555 serta bertepatan dengan 1 Muharram 1043 H ataupun 8 Juli 1633 M.
Pergantian system ini tak mengganti hitungan tahun Saka 1555 yng tengah berjalan menjadi tahun pertama, akan tetapi meneruskannya.
Hitungan tahun yang telah di sebutkan berlangsung hingga tatkala ini.
Pada tahun 1855 M, lantaran penanggalan bulan dianggap tak memadai menjadi patokan para petani bagi atau bisa juga dikatakan untuk bertanam, maka bulan-bulan musim ataupun bulan-bulan matahari yng disebut menjadi pranata mangsa diperbaharui oleh Sri Paduka Mangkunegara IV.
Penanggalan yng sudah diperbaharui yang telah di sebutkan ditetapkan secara resmi dengan nama-nama Pranata Mangsa yang telah di sebutkan menjadi berikut :
Menggah dhuawahing taun wuntu punika katentokaken saben 4 taun sapisan; dene psangetangipun : menawi angkaning taun kapara 4 pinang ceples, dhawah taun wuntu, kajawi yen angkaning taun wau dhauh ataupun jejeg.
1. Kasa, mulai 22 Juni, berusia 41 hari.
Para petani membakar dami yng tertinggal di sawah serta di masa ini dimulai menanam palawija, sejenis belalang masuk ke tanah, daun-daunan berjatuhan.
Penampakannya/ibaratnya : lir sotya (dedaunan) murca saka ngembanan (kayu-kayuan).
2. Karo, mulai 2 Agustus, berusia 23 hari.
Palawija mulai tumbuh, pohon randu serta mangga, tanah mulai retak/berlubang.
Penampakannya/ibaratnya : bantala (tanah) rengka (retak). Musim kapok bertunas tanam palawija kedua.
3. Katiga, mulai 25 Agustus, berusia 24 hari.
Musimnya/saatnya lahan tak ditanami, karena panas sekali, yng mana Palawija mulai di panen, aneka macam jenis bambu tumbuh.
Penampakannya/ibaratnya : suta (anak) manut ing Bapa (lanjaran).
Musim ubi-ubian bertunas panen palawija.
4. Kapat, mulai 19 September, berusia 25 hari.
Sawah tak ada (jarang) tanaman, karena musim kemarau, para petani mulai menggarap sawah bagi atau bisa juga dikatakan untuk ditanami padi gaga, pohon kapuk mulai berbuah, burung-burung kecil mulai bertelur.
Penampakannya/ibaratnya : waspa kumembeng jroning kalbu (sumber).
Musim sumur kering, kapuk berbuah, tanam pisang.
Pada masa ini kemarau berakhir.
5. Kalima, mulai 14 Oktober, berusia 27 hari.
Mulai ada hujan, selokan sawah diperbaiki serta membuat tempat mengalir air di pinggir sawah, mulai menyebar padi gaga, pohon asem mulai tumbuh daun muda, ulat-ulat mulai keluar.
Penampakannya/ibaratnya : pancuran (hujan) emas sumawur (hujannya) ing jagad. Musim turun hujan, pohon asam bertunas, pohon kunyit berdaun muda.
6. Kanem, mulai 10 Nopember, berusia 43 hari.
Para petani mulai menyebar bibit tanaman padi di pembenihan, tidak sedikit buah-buahan (durian, rambutan, manggis serta lain-lainnya), burung blibis mulai kelihatan di tempat-tempat berair.
Penampakannya/ibaratnya : rasa mulya kasucian (tengah banyak-banyaknya buah-buahan).
Musim buah-buahan mulai tua, mulai menggarap sawah.
7. Kapitu, mulai 23 Desmber, usianya 43 hari.
Benih padi mulai ditanam di sawah, tidak sedikit hujan, tidak sedikit sungai yng banjir.
Penampakannya/ibaratnya : wisa kentar ing ing maruta (mampu larut dengan angin, itu masanya tidak sedikit penyakit).
Musim banjir, badai longsor mulai tandur.
8. Kawolu, mulai 4 Pebruari, usianya 26 hari, ataupun 4 tahun sekali 27 hari.
Padi mulai hijau, uret mulai tidak sedikit.
Penampakannya/ibaratnya : anjrah jroning kayun (merata dalam keinginan, musimnya kucing kawin).
Musim padi beristirahat, tidak sedikit ulat, tidak sedikit penyakit.
9. Kasanga, mulai 1 Maret, usianya 25 hari.
Padi mulai berkembang serta sebagian telah berbuah, jangkrik mulai muncul, kucing mulai kawin, cenggeret mulai bersuara.
Penampakannya/ibaratnya : wedaring wacara mulya (binatang tanah serta pohon mulai bersuara).
Musim padi berbunga, turaes (sebangsa serangga) ramai berbunyi.
10. Kasepuluh, mulai 26 Maret, usianya 24 hari.
Padi mulai menguning, mulai panen, tidak sedikit hewan hamil, burung-burung kecil mulai menetas telurnya.
Penampakannya/ibaratnya : gedong minep jroning kalbu (masa hewan tengah hamil).
Musim padi berisi namun masih hijau, burung-burung membuat sarang, tanam palawija di lahan kering.
11. Desta, mulai 19 April, berusia 23 hari.
Seluruhnya memanen padi.
Penampakannya/ibaratnya: sotya (anak burung) sinara wedi (disuapi makanan).
Masih ada waktu bagi atau bisa juga dikatakan untuk palawija, burung-burung menyuapi anaknya.
12. Sadha, mulai 12 Mei, berusia 41 hari.
Para petani mulai menjemur padi serta memasukkan ke lumbung.
Di sawah cuma tersisa dami.
Penampakannya/ibaratnya : tirta (keringat) sah saking sasana (badan) (air pergi darisumbernya, masa ini musim dingin, jarang orang berkeringat, karena Amat dingin).
Musim menumpuk jerami, tanda-tanda udara dingin pada pagi hari.
Dari Pranata Mangsa itu diketahui bahwasanya pada bulan Desember-Januari-Pebruari merupakan musimnya badai, hujan, banjir serta longsor.
Mendekati kecocokan dengan situasi alam saat ini serta jadwal itu sesuai dengan perubahan iklim yng sudah disepakati bersama.
Selanjutnya pada musim Kawolu antara 2/3 Pebruari - 1/2 Maret, bersiap-siaga waspada menghadapi penyakit tanaman ataupun wabah bagi kita-kita serta hewan, barangkali akibat dari banjir, badai serta longsor yang telah di sebutkan akan berdampak menyebarnya penyakit serta kelaparan.
Hal yang telah di sebutkan masuk akal, lantaran kita-kita ataupun binatang malah tanaman pun belum siap mempertahankan diri dari serangan hama penyakit.
Kaitannya dengan para nelayan, orang-orang melaut sembari membaca alam dengan melihat letak bintang yng dianggap patokan yng selalu menemani tatkala melaut.
Telah tentu orang-orang mengetahui pada bulan-bulan berapa orang-orang tatkala yng baik melaut serta akan memperoleh ikan tidak sedikit.
Sebaliknya orang-orang mengetahui saat-saat tak melaut, rawan serta tak akan menghasilkan apa-apa.
Pada saat-saat itulah orang-orang genakan waktu bagi atau bisa juga dikatakan untuk memperbaiki jaring-jaring yng rusak, memperbaiki rumah serta pekerjaan selain melaut, menjadikan orang-orang bisa mengurangi risiko serta mencegah biaya produksi tinggi.

1. Mangsa Kasa/Sura :
Candrane : Sotya murca saking embanan.
Sotya = mutiara, murca = hilang.
Pindhane mutiara coplok saka embane.
Akeh godhong padha rontok, wit-witan padha ngarang.
Awal mangsa ketiga.
Umure : 41 dina. 22 Juni – 1 Agustus.
2. Mangsa Karo :
Candrane : Bantala rengka.
Bantala = lemah, rengka= pecah.
Lemah-lemah padha nela.
Mangsane paceklik larang pangan.
Umure : 23 dina. 2 Agustus – 24 Agustus.
3. Mangsa Katelu :
Candrane : Suta manut ing bapa.
Suta = anak.
Pindhane anak manut marang bapake.
Pungkasane mangsa ketiga.
Lung-lungan, bangsane gadung, uwi, gembili padham rambat.
Umure : 24 dina. 25 Agustus – 17 September
4. Mangsa Kapat :
Candrane : Waspa kumembeng jroning kalbu.
Waspa = eluh, kumembeng = kembeng, kebak, kalbu = ati.
Pindhane eluh kebak ing jerone ati.
Sumber padha garing.
Awal mangsa labuh.
Umure : 25 dina. 18 Sptember – 12 Oktober.
5. Mangsa Kalima :
Candrane: Pancuran mas sumawur ing jagat.
Mas pindane udan.
Wiwit ana udan.
Para among tani wiwit padha nggarap sawah.
Umure : 27 dina. 13 Oktober – 8 Nopember.
6. Mangsa Kanem :
Candrane : Rasa mulya kasucian.
Pindhane mulya-mulya rasa kang suci.
Woh-wohan bangsane pelem lsp wiwit padha awoh.
Pungkasane mangsa labuh.
Udan wiwit akeh lan deres.
Umure : 43 dina. 9 Nopember – 21 Desember.
7. Mangsa Kapitu :
Candrane : Wisa kentir ing maruta.
Wisa = racun, penyakit; kentir = keli, katut ; maruta = angin.
Pindhane : Penyakit akeh, akeh wong lara.
Umure : 43 dina. 22 Desember – 2 Pebruari.
8. Mangsa Kawolu :
Candrane : Anjrah jroning kayun. Anjrah = sumebar, warata; kayun = karep, kapti.
Pindhane akeh pangarep-arep.
Para among tani padha ngarep-arep asile tanduran.
Wit pari padha mbledug.
Umure : 26 dina. 3Pebruari – 28 Pebruari.
9. Mangsa Kasanga :
Candrane : Wedharing wacana mulya.
Wedhar = wetu; wacana = pangandikan, swara, uni; mulya = mulia, endah.
Pindhane akeh swara kang keprungu endah, kepenak.
Garengpung padha muni, gangsir padha ngethir, jangkrik padha ngerik.
Umure : 25dina. 1 Maret – 25 Maret.
10. Mangsa Kasepuluh/Kasadasa :
Candrane : Gedhong mineb jroning kalbu.
Pindhane akeh kewan padha meteng.
Kucing padha gandhik.
Manuk padha ngendhog.
Umure : 24 dina. 26 Maret – 18 April.
11. Mangsa Dhesta :
Candrane : Sotya sinarawedi.
Sotya = mutiara; sinarawedi = banget ditresnani.
Pindhane kaya mutyara kang banget ditresnani.
Mangsane manuk ngloloh anake.
Mangsa mareng.
Umure : 23 dina. 19 April – 11 Mei.
12. Mangsa Sada :
Candrane : Tirta sah saking sasana.
Tirta = banyu; sah = ilang; sasana = panggonan.
Pindhane wong-wong ora kringeten jalaran mangsa bedhidhing (adhem).
Akhir mangsa mareng.
Umure : 41 dina. 12 Mei – 21 Juni.

Sumber rujukan dan gambar : http://k-bioboost.blogspot.com/2016/04/pranoto-mongso-bertani-selaras-dengan.html.

Seputar Pranoto Mongso, Bertani Selaras Dengan Alam Dan Bumi

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Pranoto Mongso, Bertani Selaras Dengan Alam Dan Bumi